Awal liburan semester duaku telah tiba. Semua mahasiswa mungkin sedang menikmati liburannya dengan bekerja atau berwisata. Namun aku hanya berlibur dirumah sakit. Ibuku sakit dan tak kunjung sembuh. Resep dokter langganan yang biasanya bisa menyembuhkan sakit lambungnya, entah kenapa tidak bereaksi kali ini. Kami sekeluarga pun memutuskan untuk pergi ke rumah sakit lain. Setelah tes darah lengkap, ibu pulang bersama bapak dengan membawa hasil laboratorium. Aku kaget melihat ibu bilang, ‘Yok opo iki Mbak Acis?’ sambil menangis. Beliau menyodorkan hasil tes kepadaku. Aku bertanya ada apa tapi tidak ada respon dan beliau hanya mengusap air matanya. Aku melihat hasil lab dan kaget setengah mati. Setelah membaca ‘Diagnosa : leukemia atau diagnosa banding infeksi bakteri berat; Saran : BMA’, Aku langsung lemas dan teringat pada beberapa bulan yang lalu. Sahabatku, Agnes dan abi dari sahabatku Afri, telah meninggal akibat kanker. Dalam hatiku aku berkata : "Ya Allah, apa semua ini". Aku coba cek ulang dan semuanya normal kecuali White Blood Cell yang sedikit melebihi batas normal dan hemoglobin yang dibawah normal.
Aku
berusaha menenangkan ibu. Setelah itu, aku cepat-cepat mengecek di internet tentang
leukemia dan apa arti BMA. Ternyata, BMA adalah Bone Marrow Aspiration. Artinya
ibu harus segera tes sumsum tulang belakang untuk membuktikan apakah benar itu
leukemia atau tidak. Dulu, Agnes sampai lemas dan kesakitan akibat tes itu. Dan
apakah ibuku harus merasakan rasa sakit itu juga? Aku bertanya dalam hatiku.
Aku menangis sepanjang malam. Melihat diagnosa jenis kankernya, itu termasuk
leukemia akut dan hanya bisa bertahan sekitar enam bulan. Betapa kagetnya aku
dan membuat air mataku keluar semakin deras.
"No,
God. I love my mom. Don't take her back to You," aku berteriak pelan.
Akhirnya
aku memutuskan untuk memberitahu bapak atas apa yang aku baca di internet dan
mendorong beliau untuk cepat membawa ibu ke rumah sakit terbaik untuk tes
sumsum tulang belakang. Mendengar hal itu, beliau kaget tidak percaya separah
itukah ibu. Bapak mengeluh perutnya sakit dan keluar masuk kamar mandi.
Begitulah respon tubuh beliau saat mendengar sesuatu yang buruk dan membuatnya
sedih. Beliau tidak berhenti menangis.
"Yok
opo iki, nak. Yok opo ibukmu? Sakno ibukmu, nak. Bapak gak isok nek gak onok
ibukmu. Opo tombohe, nak. Tolong dolekno nang internet yok opo, nak,"
bapak memohon sambil kita menangis bersama.
Disitulah
cerita kami dimulai. Air mata, perjuangan, kesedihan dan doa mengiringi langkah
kami dalam menyembuhkan ibu. Ibu adalah orang yang menurut kami baik. Beliau
sangat suka mendalami ilmu agama. Beliau telah memutuskan untuk menutup aurat.
Beliau suka sekali dengan Al Quran, bahkan hafal beberapa juz yang berhasil
membuatku kagum. Bersedekah adalah hobinya. Semua tetangga kami sangat
menghormati dan menyayangi beliau. Bahkan beberapa dari mereka terpengaruh
untuk sholat dan mengaji bersama karena ingin seperti beliau yang sangat lurus
terhadap agama. Kami sekeluarga suka berbagi ilmu. Jika sore hari, aku, ibu,
bapak, adek dan mbah membicarakan tentang kehidupan, agama dan berbagai macam
hal yang tidak sengaja menjadi topik pembicaraan yang asyik. Dalam keluarga,
aku ibarat pemain ludruk. Akulah pencipta humor yang berhasil membuat semua
orang tertawa. Banyak orang yang iri dengan keharmonisan keluarga kami.
Aku
banyak mengajari ibu tentang berbagai hal, seperti bagaimana seharusnya seorang
istri, seorang ibu, bagaimana menjalani hidup, bagaimana hidup dalam
bertetangga, bagaimana kewajiban seorang istri pada suami, dan tentang
kepemimpinan. Jika ditanya siapa orang di balik semua ini, aku akan jawab, Bayu
Anggoro bin Sahit. Ya, dialah pasanganku yang mengajarkanku banyak hal seperti
apa yang aku tahu sekarang. Aku mengagumi dan mencintainya.
Sekitar
tujuh kali ibu keluar masuk rumah sakit. Dan akulah teman setianya. Aku rela menghabiskan
liburan tiga bulanku hanya untuk menunggu ibu dirumah sakit. Aku jarang pulang
kerumah. Ibu manja sekali waktu sakit. Beliau hampir mendapatkan semua
perhatian yang dia inginkan dari orang-orang terdekatnya. Fisiknya memang tidak
terlihat seperti orang sakit, namun sering mengeluh sakit di bagian perut dan
panas di seluruh tubuh. Beliau sangat senang sekali jika aku menemaninya.
Karena aku selalu mengajak beliau bercanda sampai beliau benar-benar ketawa.
'Mbak
Acis' bisa di bilang panggilan sayangnya kepadaku. Aku senang sekali jika ibu
memanggilku begitu. Aku bisa merasakan kasih sayangnya yang besar. Yang tak
akan pernah tergantikan oleh siapapun. She is my angel. Namun ada satu
kekurangan beliau. Beliau adalah orang yang suka panik, tidak bisa tenang jika
sesuatu yang buruk terjadi. Saat sakit beliau sering membuatku sedikit marah
karena kepanikannya. Beliau kurang sabar. Beliau suka mikir yang tidak-tidak.
Ketika sakit entah berapa liter air mata yang beliau keluarkan.
Saat
opname dirumah sakit yang ketujuh, kondisi beliau tidak semakin baik. Sayangnya
aku sudah masuk kuliah. Jadi tidak bisa menemani beliau dirumah sakit. Di akhir
hari kuliah, aku ngebut menuju rumah sakit. Aku sudah kangen sama angel ku yang cantik. Kondisi beliau
terlihat semakin buruk. Beliau sulit bicara, minum dan makan karena
tenggorokannya sakit. Mata beliau merah. Tubuhnya bengkak karena harus selalu
di infus. Aku memimpinnya untuk minum dan makan pelan-pelan. Aku sedih melihat
semua ini, tapi aku yakin ibu akan sembuh. Beliau terus menangis dan meminta
untuk pulang. Namun kami tidak mengijinkannya. Beliau berkata kalau ingin
meninggal dirumah. Saat itu aku hanya berpikir kalau ibu hanya sedang panik
karena seluruh tubuhnya sakit.
“Buk,
tadi di kampus ada anak wisuda. Mereka sama keluarganya. Buk, aku pengen
banget, Buk, wisuda sama ibuk. Makane pean cepet sembuh biar bisa lihat
wisudaku, Buk,” kataku sambil menangis di samping beliau. Namun beliau hanya
mendengarkan dan membalas permintaanku dengan senyuman.
Esok
harinya aku harus pulang karena menunggu arisan di rumah. Aku ajak ibu untuk
seka dan gosok gigi. Tapi beliau menolak karena tak kuasa merasakan tubuhnya
yang sakit semua. Akhirnya beliau mau saat aku berusaha membujuknya. Namun
beliau hanya mau gosok gigi. Setelah gosok gigi, beliau berkaca di cermin dan
bilang, “Mbak Acis mataku kok merah yo Mbak Acis.” Aku hanya menjawab mungkin
itu efek obat karena aku sudah menanyakan semua keluhan ibu pada suster. Aku
pun mengambil air hangat dan menyeka tubuh beliau. Mengajaknya untuk duduk
melihat televisi, namun beliau menolak dan memilih berbaring.
Setelah
sampai dirumah, tiba-tiba hatiku tidak enak. Aku menelepon bapak dan menanyakan
kabar ibu. Air mata keluar begitu saja ketika aku bilang,”Pak, tolong jogoen
ibu, Pak. Ajak en orange bercanda ben gak sedih dan lupa sama penyakitnya.” Bapak
hanya bilang ibu tidak apa-apa dan aku disuruh mendoakan. Aku pun menangis di
tempat tidur dan memutar koleksi laguku yang mengisahkan tentang ‘ibu’.Entah
kenapa rasanya aku ingin kembali ke rumah sakit.
Namun
benar firasatku. Bapak menelepon kembali dan bilang ibu tidak sadar. Aku ngebut
ke rumah sakit bersama pakde dan adek. Aku langsung menangis dan menciumi angel
ku yang cantik yang hanya terbaring dan bernafas dengan alat bantu. Aku ambil
air wudhu dan membacakan beliau surat Yasin. Bapak melakukan hal yang sama
sambil menangis juga.
Namun
semua itu hanya berlangsung 1 jam. Suara
nafas beliau yang tadinya bisa aku dengar, tiba-tiba menghilang. Aku coba
mengecek nadinya, ternyata sudah tidak berdetak lagi. Aku cepat menyuruh bapak
panggil dokter atau suster yang ada. Benar, ibu baru saja pergi meninggalkan
kita semua. Semua orang berteriak dan menangis. Aku hanya bingung, secepat
itukah ibu pergi? Tinggal beberapa bulan lagi ibu akan menginjak umur 38 tahun.
Dan menurutku itu usia yang masih sangat muda. beliau hanya menemaniku 20 tahun
lebih 3 bulan, bahkan hanya menemani adek 9 tahun lebih 1 bulan.
Dokter
telah menutup seluruh tubuh ibu dengan kain putih untuk dimasukkan ambulance.
Aku selalu bersama ibu dan bahkan menolak jemputan pasanganku. Aku hanya ingin
bersama ibu untuk yang terakhir kalinya. Di ambulance aku hanya bisa diam dan
melamun. Seakan tidak percaya apa semua ini benar-benar nyata ataukah mimpi.
Gang rumahku sudah dipenuhi orang. Mereka semua berjalan di belakang ambulance untuk memberi penghormatan terakhir pada ibu.
Aku melihat pasanganku berada di barisan terdepan bersama neneknya. Itu mirip
seperti upacara pernikahan, namun upacara pemakaman yang akan terjadi kali ini.
Semua
orang berteriak dan memelukku. Aku hanya bisa menangis dan membalas pelukan
mereka dengan erat. Aku berusaha untuk melihat ibu yang sudah dibaringkan namun
orang-orang melarang karena takut aku akan tidak kuat. Aku berusaha melepaskan
tarikan mereka dan mencium pipi, kening, dan bibir ibu. Lalu aku ditariknya
kembali. Namun aku belum merasa puas. Aku berkata sambil menangis, “aku pengen
cium ibuk, aku pengen cium ibuk sekali lagi.” Dan akhirnya aku berhasil mencium
beliau lagi.
Aku
berusaha untuk kuat. Aku ingin merawat ibu untuk yang terakhir kali. Ku ambil
kerudung di dalam lemari untuk ikut memandikan beliau. Namun sekali lagi,
orang-orang melarang karena takut aku tidak kuat. Aku tidak pedulikan itu. Ini
kesempatan terakhirku! Aku tidak mau menyia-nyiakan ini semua. Ku dengar semua
orang memuji kecantikan ibu saat dimandikan. Semua orang bilang ibu seperti
sedang tidur, bukan seperti orang
meninggal yang pucat pasi. Dalam hati aku menyuruh ibu untuk bangun. Aku ingin
kebesaran Allah membangunkan ibuku lagi. Tapi itu sia-sia. Tangan ibu jatuh di
tanganku saat dimandikan. Aku menangkapnya dan memeganginya. Sentuhan itu
seolah ibu sedang bilang bahwa beliau tidak ingin berpisah denganku.
Aku
selalu berada di barisan terdepan dalam mengkafani, menyolatkan dan
memakamkannya. Sekali lagi, aku meminta untuk mencium ibu saat sedang
mengkafani beliau. Kembali aku cium kening, pipi dan bibir beliau. Aku sangat
ingin beliau tau bahwa aku sangat mencintainya. Aku bahkan tetap berharap
beliau bangun lagi saat pelan-pelan orang memasukkannya ke liang lahat.
Aku
sempat membenci Tuhanku. Aku ingin ibu hidup lagi. Bahkan sampai sekarang aku
masih memohon kepada Tuhan untuk menghidupkan ibuku kembali. Mungkin semua
orang akan bilang aku gila. Namun aku percaya tidak ada yang tidak mungkin
untuk Allah SWT bahkan jika itu adalah hal yag tidak bisa diterima oleh akal
manusia sekalipun.
I LOVE YOU MOM
No comments:
Post a Comment